Posted by Uti ajjah on November 12, 2012
![cover cyl](http://fan3less.files.wordpress.com/2012/10/cover-cyl1.jpg?w=640&h=345)
Caught your Love [Part 1]
(You Came In My World)
Author : Riikuclouds
Cast :
Kim JongWoon, Shin Miwoo (OC)
Lee Donghae, Cho Kyuhyun, Choi Younha (OC), Han Jiyoung (OC).
Genre : Mystery, Detective Story, Romance, Friendship
Rating : PG-17
Length : Chaptered
FF ini pernah dipost di blog pribadi author: riikuclouds.wordpress.com
Ps : ff ini hanya sekedar menuangkan isi otak author. Jadi mohon maaf aja kalo banyak gaje dan banyak typo, dan banyak anehnya. Yang penting, jangan copas seenaknya aja tanpa ijin yah. Oh iya. Jangan lupa tinggalkan komentar okeh readers cantik.. ^^
Di WP aku yang https://iaeveleandra.wordpress.com juga akan di post ff dengan cast kyu-rae.
Moga moga suka ya….
Happy Reading :D
Biarkan TYPO menikmati bagiannya...
Seoul, 1 April 2012
Jongwoon POV
Aku menggosok-gosokkan mataku barangkali bisa menghilangkan kotoran mata yang pastinya banyak. Aku hanya tidur dua jam sejak jam 4 tadi dan sekarang harus terbangun lagi karena ponselku yang berteriak minta diangkat. Dengan kesal aku menggapai ponsel di meja samping tempat tidurku. Masih sedikit terpejam.
“Anyeong..”
“Jongwoon-shii, bisa kau ke sini sekarang. Kami sudah mendapatkan hasil pemeriksaan tersangka perkosaan semak-semak.”
“Ah..bisakah tidak sekarang. Aku baru dua jam tidur.”
“Terserah kau. Tapi kau bilang kau ingin jadi detektif profesional. Tapi baru segitu saja sudah malas. Yang penting aku sudah memberitahumu. Sudah ya.”
“Ah..paman…”
Tuutt tuuttt tuuttt
Baru saja aku akan menjawab telepon sudah diputus. Yang barusan menelepon adalah pamanku, Kim Dae Goo, adalah seorang kepala kepolisian Seoul. Aku adalah seorang detektif kepolisian Seoul. Sudah delapan tahun aku menggeluti dunia aneh ini. Seharusnya aku bisa saja menjadi jaksa atau hakim karena aku memang lulusan Korea University Law School 7 tahun lalu. Tapi aku tidak mau. Alasannya karena aku tidak ingin menuntut orang bersalah. Aku hanya ingin mencari kebenaran. Sok heroik sih, tapi, ya memang begitulah aku.
Dengan malas aku bangun dari tidurku dan segera menuju kamar mandi untuk datang ke kantor polisi. Kulipat selimutku yang bergambar kura-kura ini dan mengambil handuk lalu masuk ke kamar mandi.
—
Basement, Apartemen Seoul
Dreettt…dreettt..
Aku sekarang sedang mencoba menyalakan mobilku yang terparkir di basement apartemenku. Entah mengapa tak kunjung menyala. Padahal kemarin sehat-sehat saja. Huft. Memang minta diservis nih mobil. Aku segera keluar mobil dan memutuskan untuk naik bis kali ini.
—
Sudah cukup lama menunggu di halte ini. Kulirik orang-orang di sekitarku. Sepertinya bukan hanya aku saja yang sudah tidak betah berdiri lama menunggu di sini. Ada seorang pria yang berlebihan ekspresi gelisahnya. Dia selalu mondar mandir saja dari ujung kanan halte ke ujung kiri halte dan begitu sebaliknya sambil sesekali melihat jam tangan. Ada lagi seorang nenek yang berkali-kali bertanya pada namja di sebelahnya apakah ini halte tempat menunggu rute bus menuju incheon atau bukan. Yang membuatku sedikit tertarik adalah sorang yeoja yang sedari tadi berdiri dengan tenang sambil membaca buku. Aku tidak tahu itu apa, yang pasti buku itu sangat tebal.
Yeoja itu memakai kemeja dengan dibuka sampai kancing kedua, rambut ikat ekor kuda dan beberapa untai rambutnya dibiarkan menutupi kedua telinganya. Kacamata baca yang digunakan menambah kesan kalau yeoja ini terlihat seperti orang pandai. Aku ingin tahu apa yang ia baca. Sesekali mendongak kecil. Kelihatannya buku sains yang sangat aneh. Ia kemudian memasukkan buku itu ke tasnya dan mengganti buku lain yang sepertinya novel. Entahlah apa dia memang hobi membaca atau penjual buku.
Tak lama bus yang ditunggu akhirnya datang. Sudah tentu akan sangat sesak karena memang bus ini telat datang. Aku berkali-kali merasa lebih beruntung tiap hari naik mobil pribadiku karena merasa berdesakkan seperti ini sungguh melelahkan. Tapi aku bersyukur juga karena negara ini lebih sadar akan hemat energi dengan naik kendaraan umum. Aku berdiri di sebuah tempat yang cukup nyaman meskipun sedikit terpojok. Sebelah kanan bus agak di depan. Yeoja tadi berdiri di sebelahku. Masih dengan membaca bukunya.
Aku semakin penasaran apa yang ia baca sampai-sampai tidak peduli dengan keadaan yang pastinya semua orang akan selalu mengumpat, mengeluh dan bersorak kesal. Aku sedikit menggerakkan kepala menjangkau apa yang kulihat. Tapi tetap saja kalimat-kalimat dalam buku itu tak bisa kubaca dengan jelas. Bus ini sepertinya berjalan dengan kecepatan yang hebat. Supirnya berjiwa muda. Harus berpegangan dengan baik agar tidak ingin jatuh. Yeoja itu juga berusaha berpegangan dengan menutup bukunya di sebelah tangan sambil perpegangan pada gantungan tangan dikedua tangannya. Ia kesulitan berpegangan sehingga sedikit oleng dan berputar hampir terjatuh. Sepatu haknya membuat ia terseleo dan sedikit memperlihatkan belahan dadanya karena ia menunduk dan aku berada lebih tinggi darinya. Cukup menarik, tapi aku tidak peduli karena berkat itu aku bisa melihat cover buku yang ia baca. Aha. Rupanya buku tentang kisah detektif. Aku jadi tersenyum sendiri, karena aku ini kan seorang detektif. Merasa bangga ada orang yang suka dengan kisah seperti itu. Tapi seketika aku menghentikan senyumku karena yeoja yang membuatku tersenyum akhirnya mengeluarkan suaranya.
“Heh, Ahjusshii. Kenapa tertawa-tawa sendiri? Menertawaiku, huh?” dengan nada bicara kasar sambil membenarkan berdirinya dan memegangi kemejanya. Mungkin ia mengira aku menertawai ia yang nyaris jatuh.
“Dasar mesum!”
Sukses semua mata langsung menoleh ke pada kami. Aku langsung terhenyak. Aku salah tingkah dan berhenti membentuk senyuman. Ternyata ia pikir aku melihat dadanya tadi. Memang iya sih, tapi aku tidak bermaksud begitu. Kemudian beralih menoleh ke arah lain.Yeoja itu kemudian menutup bukunya, memasukkannya ke tas, membuka kacamata dan memasukkannya juga ke tas. Heii ini hari pertama aku kembali naik kendaraan umum, dan ini benar-benar mengecewakan.
Sedang asiknya perjalanan kami, tiba-tiba bus mengerem mendadak. Seluruh penumpang tanpa kecuali mulai beruntuhan dan berteriak. Ada yang nyaris jatuh dan ada yang sudah tergeletak di lantai bus. Aku sudah nyaris jatuh tapi untungnya aku berpegangan kuat pada gantungan bus dengan sebelah tangan kananku. Yeoja di sebelah ku ini juga nyaris terjatuh kalau saja ia tidak berpegangan pada tangan kiriku yang sengaja ku ulurkan padanya.
“Ah, joesonghamnida, ghamsamnida.” Katanya pelan kemudian merapikan diri. Aku balas tersenyum padanya. Lihatlah, betapa baiknya aku yang sudah kau maki tadi kataku dalam hati.
“Arrggghhh….” “Kyaaa………”
Suara ribut dan teriakan dari bus bagian depan dekat sopir. Beberapa orang mulai menjauh dari sumber suara dengan teriak dan ketakutan. Ada yang langsung keluar bis. Apa bis kebakaran? Ada alien? Kenapa sih? Beberapa orang ada yang mencoba mendekati kemudian kembali menjauh lagi. Aku berusaha melihat ada apa. Sukses. Aku melihat seorang ahjusshi yang tergeletak di lantai dengan wajah melotot dan menganga. Apa dia mati? Mendadak? Dalam bus? Dengan keadaan seperti ini? Ada-ada saja.
Aku segera menghampiri dan mengecek keadaan ahjusshi ini. Kupegang lehernya mencari urat nadi yang masih berdenyut. Hasilnya nihil. Kuraba sekitar lubang hidungnya barangkali masih ada napas yang terhembus. Hasilnya nihil juga.
“Dia sudah meninggal” kataku sedikit bergumam dan menatap beberapa orang yang melihatku.
Beberapa orang mulai berkomando mengeluarkan penumpang. Sopir bus juga. Perlahan beberapa orang mulai keluar dan memutuskan pindah bus lain. Namun orang-orang yang duduk di depan tadi, yang melihat kejadian runtuhnya ahjusshi ini kuminta untuk tidak beranjak dulu sebelum pihak kepolisian datang. Mereka akan menjadi saksi dalam hal ini. Bapak sopir yang mengkomandokan agar kami keluar dari bus dan mengganti bus lain memintaku juga untuk keluar. Tapi aku menolak dan menunjukkan padanya bahwa aku ini seorang detektif kepolisian. Pak supir pun memaklumi dan mengiyakan aku masih melihat mayat ini dan sekelilingnya. Yang membuat aku sedikit terhentak kaget ketika aku melihat yeoja tadi yang berdiri di sebelahku berjongkok di sebelahku juga yang sedang berjongkok mengamati sekitar mayat. Ia kemudian bertanya pada penumpang yang menjadi saksi dimana letak ahjusshi ini duduk. Setelah ditunjukkan yeoja itu langsung mencari-cari sekitar kursi tempat duduk sang ahjusshi yang meninggal ini. Aku hanya mengamati sambil menyernyitkan alis.
“Apa yang kau lakukan?”
Dia tak menjawab dan masih sibuk.
“Hei, nona, sebaiknya anda segera keluar dari tempat ini. Sebelum polisi datang.”
“Justru sebelum polisi datang aku harus menemukan sesuatu.”
Heh? Apa yang dia cari? Tak lama ia berbalik dengan sebuah botol kosong yang dipegangnya menggunakan sapu tangan. Botol itu terbuat dari plastik berukuran lebih kecil daripada botol air mineral dalam kemasan. Kira-kira berukuran 50 ml. Ia kemudian membuka dan mencium aroma dengan mengibas-ngibaskan tangan di atas mulut botol.
“Kurasa karena ini ahjusshi ini mati. Botol ini pasti tadi berisi larutan yang mengandung senyawa sianida. Aku tahu baunya. Seperti almond. Bagaimana bisa dia meminum racun mematikan ini?”
Aku sedikit terkejut yeoja ini mengerti benar tentang jenis racun. Semakin bingung apakah dia penjual buku atau penjual racun?
“Bagaimana kau tahu soal itu?”
“Kurasa ahjusshi ini dibunuh.” Katanya mantap.
Ia tidak menjawab pertanyaanku tadi. Biar sajalah. Aku kemudian membuka tasku dan mengambil sarung tangan kemudian memakainya. Aku mengambil botol di tangannya itu kemudian memasukkan ke kantong plastik bening yang cukup lebar. Kemudian menutup dan mengamankannya di kotak kecil yang selalu kubawa di tas. Dengan begini botol tidak akan rusak dan mungkin saja menjadi barang bukti. Yeoja tadi hanya memperhatikan gerakanku dengan seksama. Aku ingat dia kan baru saja membaca buku tentang detektif. Mungkin ini yang menjadi inspirasinya mencari kemungkinan ahjusshi ini bukan meninggal biasa.
Tak lama kepolisian datang. Aku pun segera mendatangi pimpinan lapangan kepolisian untuk menjelaskan kejadian. Saksi yang melihat kronologis kematian ahjusshi itu pun di bawa serta ke kantor polisi. Dua orang polisi sedang memeriksa mayat untuk mencari identitas.
“Hei, nona. Bisakah anda minggir! Kami akan memasang police line. Jadi anda tidak boleh berada di sekitar sini.”
Aku menoleh ke arah sumber suara. Yeoja tadi masih ada di sana. Dia sedikit kelihatan kesal kemudian kelihatan mencari-cari sesuatu. Tepatnya seseorang. Karena kurasa orang yang ia cari adalah aku. Ketika ia melihatku, wajahnya terlihat langsung berbinar dan berlari menghampiriku.
“Hei, aku mencarimu.” Katanya.
“Aku ikut dalam penyelidikanmu yah?”
Aku mencoba mencerna dengan baik apa yang ia katakan. Dan itu membuatku semakin tidak mengerti apa isi kepala gadis ini. Beberapa menit yang lalu ia terlihat serius membaca buku. Kemudian menjadi galak. Kemudian menjadi rendah hati dengan minta maaf. Kemudian menjadi serius. Dan sekarang terlihat berbicara seperti dibuat-buat baik dan sok kenal. Aku hanya menatapnya heran. Bersyukur seorang polisi mengatakan untuk aku naik ke salah satu mobil untuk menuju kantor polisi. Aku tak peduli dan langsung melongos.
“Hei, kau mau kemana tuan detektif?” ia berlari menyeimbangkan langkahku ke mobil sambil sedikit berteriak.
“Hei..aku bicara padamu!”
“Hei! Ahjusshiiii!!”
Aku mulai menghampiri mobil.
“Dasar Ahjusshi mesum!”
Sontak aku berhenti ketika ingin membuka pintu mobil. Sedikit kesal dia meneriakiku begitu. Aku menghampirinya dengan menahan kesalku.
“Agashii, maaf. Anda sebaiknya pulang saja. Terima kasih untuk bantuannya tadi. Tapi aku harap anda tidak perlu repot-repot membahayakan diri Anda. Permisi”
Aku membungkukkan badanku dan melongos membuka pintu mobil.
“Ahjusshi mesum! Kau tidak pernah tahu balas budi ya? Aku sudah membantumu tadi. Harusnya kau penuhi keinginanku..”
“Hei! Jangan panggil aku Ahjusshi mesum! Aku tidak mesum! Dan aku bukan Ahjusshi!” teriakku. Akhirnya aku sudah tidah tahan dengan perlakuan yeoja aneh ini.
“Ara. Kalau kau tidak suka. Aku tidak akan memanggilmu begitu kalau aku boleh ikut penyelidikan ini. Sekarang aku ikut ke kantor polisi.”
Tak cukup kuperingatkan, ia malah masuk ke mobil yang sudah aku bukakan pintunya.
“Hei!!” teriakku.
“Maaf tuan detektif yang baik hati… Aku ingin sekali tahu tentang ini. Aku sudah terlanjur terlibat. Botol tadi yang kutemukan bisa jadi barang bukti yang berharga nanti berkat jasaku. Jadi sebaiknya kau tahu balas budi. Aku hanya ingin ikut menyelidiki kasus ini. Tidak minta hal lain.”
Aku pasrah dan akhirnya masuk ke mobil. Aku malas berdebat dengan nona aneh yang sepertinya memang menggilai hal berbau detektif. Aku hanya memaklumi saja dengan membiarkan ia ikut ke kantor polisi. aku tidak khawatir karena nantinya juga ia akan bosan sendiri berada di kantor polisi.
—
Miwoo POV
“Jangan panggil aku dengan sebutan seperti tadi. Aku bukan pria mesum. Dan aku bukan ahjusshi.” katanya
“Hehe. Maaf. Habisnya kau tidak mau menengok. Aku Shin Miwoo.” Ujarku dengan ramah sambil mengulurkan tangan.
Aku memang sangat senang. Ini sesuatu yang sangat menarik dan kusukai. Aku memang senang dengan dunia detektif dan misteri seperti ini. Sudah banyak novel berkisah tentang detektif yang ku suka. Film-film koleksiku juga sebagian besar bertema itu. Sisanya bertema penelitian sains. Tentu saja sains. Aku adalah seorang saintis yang bekerja di Korea Institute of Science and Technology, tepatnya di bidang genetika molekuler. Pekerjaan kami juga tidak terlalu jauh dengan penyelidikan. Misalnya menyelidiki genom DNA pelaku kejahatan kemudian mencocokkan dengan DNA yang ditemukan pada barang bukti, menyelidiki kasus keluarga yang terpisah, dll. Uji DNA sekarang merupakan teknologi perkembangan sains yang keren. Dan aku adalah salah satu orang yang terlibat di dalamnya.
“Ehm..” aku bergumam karena ia tak kunjung membalas ramah tamahku.
“Ahjusshi!” teriakku
“Ara. Aku Kim Jongwoon. Jangan panggil aku ahjusshi. Aku masih belum tua.” Katanya dengan menjabat tangannya kencang kemudian menghentakkannya.
“Kau memang sebenarnya tidak terlihat seperti ahjusshi sih. Tapi aku hanya suka memanggil namja dengan ahjusshi. Dengan begitu aku akan menjadi terkesan sangat muda.” Ujarku.
Haha. Entah apa yang ada dalam pikiranku. Sebenarnya namja ini terlihat tampan dan keren. Tidak seperti ahjusshi.
“Jongwoon-shii. Memangnya berapa umurmu?” tiba-tiba aku jadi ingin tahu berapa umurnya. Takut-takut kalau ternyata ia lebih muda dariku.
“28 tahun.”
“Waa..daebak! ternyata benar kau seorang ahjusshi!” Aku bersorak dan bertepuk tangan senang.
“Yak!! Kau ini tidak sopan ya! Kubilang aku tidak suka dipanggil begitu! Aku belum menikah! Eh?”
Ia berteriak dan menutup mulutnya. Sepertinya keceplosan berkata belum menikah. Haha. Lucu sekali.
“Maaf ya. Kalau aku kurang sopan Untung saja kau lebih tua dariku. Jadi aku akan meminta maaf.”
Aku membungkukkan badanku sedikit ke arahnya.
“Senang bertemu detektif sungguhan.” Kataku.
Ia hanya melirik malas dan tetap pasang muka tidak penting.
—
Police Office at 1.54 pm
Aku turun dan melangkah masuk mengikuti tuan detektif ini, Kim Jongwoon namanya. Ini pertama kali aku terlibat langsung dalam hal seperti ini. Rasanya sungguh hebat dan berdebar sekali. Aku saja lupa kalau aku harus ke laboratorium sekarang. Aku terhenti ketika Jongwoon berhenti dan menubruk punggungnya mengenai mukaku. Sepertinya ia akan berbicara dengan seorang polisi. Kulihat wajah polisi itu sangat berwibawa dan hangat.
“Jongwoon-ah. Bagaimana hasilnya? Apa yang kau akan laporkan?”
“Haruskah aku melaporkannya padamu paman? Nanti saja jika aku sudah yakin dengan hipotesisku. Memang dugaan kami korban tadi dibunuh, tapi aku ingin memastikan segala hal lain yang berkaitan dengan ini dulu baru aku akan katakan padamu paman. Aku kesini hanya ingin meminta data kasus yang paman bilang tadi pagi sekaligus data pengakuan saksi kali ini.” Ujar Jongwoon.
“Kau ini tetap saja. meskipun kau dibawah naunganku, kau tetap lebih suka menyelidiki sendiri yah.. baiklah. Hei kau tolong ambilkan arsip yang sudah kusiapkan di mejaku ya.” Kata polisi itu ke salah satu anak buahnya.
“Pengakuan saksinya bisa nanti ya. Mereka sedang diinteogasi. Mungkin pihak kejaksaan juga akan datang dan melakukan interogasi juga tapi tidak sekarang. Kalau kau ingin lebih lengkap sebaiknya menunggu kejaksaan juga saja.”
“Aku memang ingin meminta data dari kejaksaan. Tapi sekarang ini aku hanya ingin butuh data sementara penyelidikan dan interogasi saksi. Mungkin aku akan menunggu atau menyimak sesi interogasinya.. Aku rasa aku harus pergi sebentar.” Kata Jongwoon.
“Mwo? Kau mau kemana?” tanyaku yang dari tadi cukup menguping pembicaraan kedua orang ini.
Polisi tadi yang Jongwoon panggil paman langsung menoleh ke arahku yang memang sejak tadi berdiri di belakangnya.
“Siapa ini?” tanyanya pada Jongwoon.
“Ah..dia..”
“Yeojachingu, huh? Aigoo akhirnya kau mulai menapaki dunia dewasa juga Jongwoon.” Kata paman itu sambil menepuk-nepuk punggung Jongwoon. Aku hanya diam dan melirik ke arah Jongwoon.
“Aduh, paman. Sakit. Paman ini bukan seperti yang kau pikirkan. Kau salah paham. Dia itu bukan pacarku. Aku tidak mengenalnya.” Kata Jongwoon sambil berusaha lepas dari pukulan pelan tapi bertubi-tubi pamannya ke punggungnya.
“Maaf paman. Jongwoon-shii bohong.” Kataku.
“Heh?” katanya.
Apa yang kubilang tadi sukses membuat Jongwoon terbelalak menyeringai ke padaku.
“Aissh. Dasar kau ini! Gadis ini cantik begini kenapa malu-malu mengatakan yang sebenarnya. Siapa namamu sayang?”
Kata paman itu kepada Jongwoon dan selanjutnya beralih kepadaku. Jongwoon di sana hanya menganga tidak berkata apapun dengan wajah tidak percaya.
“Aku Shin Miwoo. Usiaku 22 tahun. Aku seorang Saintist di Korea Institute of Science and Technology.” Kataku memperkenalkan diri dengan manis dan sopan.
“Saintist? Apa itu?”
“Ah, peneliti paman.”
“Woww..daebak! kau pasti gadis yang pintar ya. Aku pamannya Jongwoon. Aku kepala kepolisian Seoul. Namaku Kim Dae Goo.”
“Paman Dae Goo. Senang berkenalan denganmu” Kataku sambil membungkukkan badan.
“Ahaha. Panggil saja paman.”
“hehe. Iya paman.”
Paman Dae Goo sangat baik. Aku banyak bercakap-cakap dengannya mengenai berbagai hal. Aku pun memanfaatkan kesempatan ini untuk belajar bagaimana penyelidikan. Jongwoon sedang mengikuti interogasi dan wawancara saksi. Cukup banyak saksi, jadi sangat lama. Tadinya aku ingin ikut, tapi Jongwoon melarangku dan mengancamku akan mengusirku dari sini. Paman Dae Goo tentu saja membelaku dan membiarkan aku menunggu di ruangannya.
—
Donghae POV
“Donghae-ya!!!”
Aku sedang memilah-milah foto yang cocok untuk artikel besok. Suara kejutan yang memanggilku sudah tak asing lagi. Partner kerja yang merupakan bawahanku ini memang tidak tahu sopan terhadapku. Siapa lagi kalau bukan Younha.
Brakk! GabruKk! *suara pintu dibuka dan ditutup kencang*
“Donghae-ya! ayo kita cepat ambil gambar! Berita baru! Kaja, kaja!”
Napasnya sudah terengal-engal masih saja bicara sambil berlari-lari kecil dengan tangannya yang berusaha mengapai-gapai tanganku. Aku hanya menyunggingkan ujung bibirku dan segera mengambil kamera mengikutinya.
—
TKP, Bus Jurusan Incheon.
Cletak! Cletak! *suara blist kamera*
Aku masih mengambil gambar yang bagus di sini dengan hati-hati. Mayat itu masih berada di dalam bis. Tapi sepertinya aku tidak akan boleh masuk. Kulihat seorang polisi sedang memasang police line di sana.
“Hei, nona. Bisakah anda minggir! Kami akan memasang police line. Jadi anda tidak boleh berada di sekitar sini.”
Polisi itu sedang mengusir seorang yeoja yang berada dalam bus. Memang aneh ada seorang yeoja yang bisa sembarangan masuk ke bus itu. Kuperhatikan dari jauh wajahnya cukup aku kenal. Anii, aku tiak mengenalnya sepertinya. Wajah yang tak asing, tapi aku tidak ingat dimana pernah menemuinya. Tanpa sadar aku malah mengarahkan kameraku ke arahnya dan memotretnya.
“Hei! Kau memotret apa?”
Suara Younha mengagetkanku. Ia menoleh mencari sosok arah kameraku tadi . kelihatannya ia menemukan yeoja tadi yang kupotret. Yeoja itu berlari kearah kerumunan kepolisian sekarang hanya terlihat punggungnya saja.
“Ah, ani. Sudah kau tanyakan? Apa kata mereka?” Jawabku mengalihkan pembicaraan
“Ne, sudah. Aku sudah mencatat dan merekam semuanya.”
“Good Job, beibh!” ujarku tersenyum lebar sambil mengacak-acak rambut panjangnya yang lembut. Ia berusaha melepas tanganku dari kepalanya.
“Ah..aisshhh!! Donghae-a! Rambutku berantakan! Aish!”
“Ha ha ha”
“Kutraktir Capucinno?”
Wajah cemberut Younha langsung berubah menjadi berbinar-binar. Ia kemudian mengangguk antusias.
“Ne. Mau oppa!”
Huh, giliran ditraktir ia bisa sopan memanggilku. Ha ha. Aku hanya tertawa saja dan segera mengajaknya menuju motorku untuk berkunjung ke café terdekat.
—
Police Office, 9:23 pm
Jongwoon POV
“Aku tidak mengenal ahjusshi itu. Dia duduk di samping aku berdiri. Sopir tiba-tiba saja mengerem mendadak. Kami hampir jatuh begitupun ahjusshi itu. Tadinya aku tidak terlalu jelas mengingat mengapa ia jatuh. Tapi setelah melihat wajahnya yang menakutkan dan mengagetkanku, akhirnya aku berteriak. Dan semua orang yang di dekatku langsung ikut berteriak juga”
“Apa ahjumma melihat korban sebelumnya meminum sesuatu dari botol?”
“Aku tidak ingat apa ia meminumnya. Tapi orang yang duduk sebelahnya memang menawarkan sebotol minuman padanya.”
“Seseorang di sebelahnya?”
“Ne, aku tidak tahu itu siapa. Mungkin mereka saling mengenal, atau mungkin tidak, aku kurang tahu. Mereka tidak banyak bercakap-cakap.”
“Seseorang di sebelahnya maksudnya saksi ketiga, tuan Oh Seung gil?”
“Aku tidak tahu.”
Ini orang ke enam sebagai saksi. Seorang ibu muda yang tadi berdiri di depan korban duduk. Aku hanya mendengarkan interogasi yang dilakukan anak buah paman. Sedikit kronologis kejadian sudah bisa aku bayangkan.
Korban masuk ke bus sejak pemberhentian awal. Korban duduk dibelakang kursi sopir, tapi tidak di pojok kaca, ia di kursi pinggir. Sopir sebagai saksi pertama. Korban sepertinya hendak menuju Incheon Airport, karena saksi ketiga melihat korban mengeluarkan paspor dari tas kecilnya. Saksi kedua adalah tetangga jauh korban. Seorang ahjusshi yang bekerja sebagai office boy di KBS. Ia duduk di kursi tepat di belakang korban. Saat halte kedua, seorang saksi ketiga, memasuki bis dan duduk di sebelah korban.
Satu persatu, saksi keempat, seorang nenek, yang duduk di samping saksi kedua, dan saksi kelima, seorang pria pegawai bank, yang berdiri di samping kursi saksi kedua, masuk dari halte ketiga. Saksi keenam, ibu ini, masuk dari halte keempat dan berdiri tepat di samping kursi korban. Di halte keempat ini pula aku masuk dan bus sepertinya penuh.
Satu hal yang aku bingungkan. Saksi ketiga yang menawarkan minuman pada korban menurut saksi keenam. Masalahnya apakah korban memang meminumnya? Dan apakah memang minuman yang ditawarkan itu sesuatu yang ditemukan Miwoo tadi. Pelaku tepat sekali melakukan pembunuhan ini di suasana bus yang ramai. Pasti pelaku tahu bus ini memang ramai atau akan menjadi ramai. Semua masih belum jelas.
—
Aku kemudian keluar dari tempat ini setelah mendapatkan semua resume interogasi dan riwayat identitas korban dari anak buah paman. Aku memutuskan untuk pulang. Baru besok aku akan mengunjungi rumah korban dan mencari tahu tentang kehidupan korban.
Ini sudah malam. Kulihat jam sudah menunjukkan hampir jam sepuluh malam. Pasti yeoja aneh itu, Shin Miwoo namanya, sudah pulang. Aku yakin kegemarannya dengan dunia detektif tidak akan membuatnya bertahan. Sengaja aku biarkan ia menunggu agar ia tahu kalau menjadi detektif tidak seperti yang ia bayangkan. Ia kira detektif hanya mengungkap kasus pembunuhan dengan hipotesis-hipotesis saja. Mencari bukti dan kronologis kejadian itu sangat menyita waktu dan melelahkan.
Aku segera menuju ruangan paman. Aku berniat pamit pulang padanya. Aku sungguh benar-benar kaget dan terkejut ketika membuka pintu. Yeoja itu masih setia menunggu.
“Ah, itu dia!” seru paman.
“Jongwoon-shii? Akhirnya kau sudah selesai. Sudah kau dapatkan resume dan data korban? Aigoo..tidak percuma aku menunggu.”
Katanya dengan girang dan kemudian merebut semua berkas yang kupegang. Aku hanya mendecak kesal dengan kelakuan SOK AKRAB dan SOk MANIS dia di hadapan paman. Aku melihat senyuman licik dan bermaksud menggoda dari pamanku kepadaku. Apa paman benar-benar mengira kalau gadis ini adalah pacarku? Aishh
“Jongwoon-shii? Kenapa? Ayo kita pulang. Kajja!”
Ia menarik tanganku keluar. Paman tertawa melihatku.
“Hati-hati ya Miwoo sayang..” teriakkan paman masih dengan tetap duduk dan tidak beranjak dari kursinya.
“Iya paman. Sampai jumpa.. Annyeong!!!” balas gadis ini berteriak dari luar dan kemudian menutup pintu. Kemudian ia menggandeng tanganku dan mengajak aku keluar. Sepertinya kesadaranku masih belum pulih. Setelah aku dan dia keluar dari kantor ini, kesadaranku kembali pulih. Aku langsung mengibaskan tangannya yang mengait tanganku.
“Sudah senang kau bermain hari ini, huh?”
Ia hanya melongo diam melihatku.
“Apa yang kau katakan pada paman? Sekarang paman mengira kau benar-benar pacarku! Kau benar-benar yeoja aneh! Aku baru bertemu kau dan kau mencoba mengikutiku terus dan berlagak seperti sangat mengenalku. Kau harusnya tidak perlu terlibat seperti ini.” aku membentakknya tapi tetap berusaha lembut agar ia tidak menangis. Aku memang tidak tega dengan yeoja.
“Huffttt..” ia menghela nafas.
“Sudah kubilang aku hanya ingin terlibat dan menyelesaikan kasus ini. Aku tidak suka sesuatu yang kulakukan setengah-setengah. Jadi kau tidak usah khawatir. Aku tidak keberatan menungguimu tadi. Mengenai pamanmu, aku cuma mengatakan yang sebenarnya. Tenang saja, aku tak suka berbohong..” lanjutnya.
“Apa yang kau bilang? Kau mengatakan kau itu yeojachinguku maksudmu bukan berbohong?”
“Yak!! Siapa yang pernah bilang aku yeojachingumu! Aku kan hanya bilang pada paman kalau kau berbohong. Kau kan bilang tidak mengenalku. Padahal kita sudah saling memperkenalkan diri di mobil tadi. Pamanmu saja yang salah paham.”
“Mwo?? Jadi?.. hei! Tapi ini tetap saja..”
“Sudahlah. Sebaiknya aku pulang. Terima kasih untuk datanya. Aku akan menghubungimu besok lagi. Daahhh!” putusnya sambil mengacungkan tangan lalu melongos pergi.
Yeoja aneh itu beranjak pergi. Masalahnya data resume interogasi dan data korban ia pegang dan mau ia bawa pergi. Aku yang baru sadar segera menarik tangannya lagi. Aku mengadahkan tangan dan melotot ke arahnya bermaksud mengatakan kembalikan data itu.
“Tidak mau. Aku menunggumu untuk ini.”
Aku semakin melotot dan memasang muka garang. Tanganku masih menahannya takut ia kabur, dan sebelah tanganku berusaha mengambil data di tangannya.
“Kemarikan!”
“Yak! Tidak mau! Tidak!”
Ia berusaha lepas dariku. Tenaganya sangat kuat. Tanganku yang kecil tidak mampu menahan tangannya lagi dan ia berhasil kabur. Aku pun mengejarnya hingga ke halte bus terdekat.
“Waaa…tolooonnggg..”
Ia berteriak. Sontak semua orang yang melihat kami mengira aku yang seorang namja dengan muka yang saat ini kupasang garang adalah seorang penjahat yang berusaha mengejar gadis tidak berdosa yang berlari ketakutan. Aku pun berusaha berlari lebih cepat untuk menangkapnya agar tidak terjadi kesalahpahaman diantara orang-orang yang melihat kami. Beberapa orang mulai mengejarku juga. Astaga! Ini sudah malam dan aku benar-benar letih. Kenapa jadi begini? Akhirnya aku berhasil menggapai tangannya dan segera menarik ia ke pelukanku.
“Mianhe, yeobo.. aku tidak bermaksud begitu. Mianhe..”
Tindakan gila dan pintar yang aku lakukan. Aku terus memeluknya sampai ia sesak napas dan tidak bisa berkata ataupun teriak lagi. Orang-orang yang mengejarku berhenti dan melihatku dengan pandangan menuntut penjelasan.
“Ah, mianhe. Ini istriku. Ia lari setelah melihatku bersama wanita lain. aku sangat menyayanginya. Jadi kurasa kami harus menyelesaikan masalah ini segera, jadi aku mengejarnya.”
Gadis ini masih berusaha berontak dari pelukanku. Aku semakin mengeratkan pelukanku dan kubiarkan wajahnya terbenam di dadaku supaya ia tidak bersuara.
“Kau ini! Jangan jadi pria brengsek menyakiti hati istrimu! Sesesaikan masalah kalian dengan baik!”
“Ah, de. Jeosonghamnida.”
Kedua pria besar yang mengejarku itu kemudian pergi dan semakin lama menghilang. Segera gadis ini mendorongku dan mengambil napas terus-terusan dengan tersengal-sengal.
“Yak!! Kau mau membunuhku, huh! Kurang ajar! Dasar kau memang mesum! Mengambil kesempatan dalam kesempitan!” teriaknya.
Ia memukul-mukuli aku dengan map yang berisi data yang kuincar itu. Aku berusaha mempertahankan diri dengan membuat tameng dari kedua tanganku. Tapi aku memang pintar. Selagi ada kesempatan dan ia lengah kurebut saja map itu.
“Ah. Yak!!”
“Mianhe,,”
Aku langsung berlari dan beruntung ada taksi lewat. Aku segera menyetop taksi dan kaburrr…
“Yak!!”
Ia mengejar aku yang sudah damai dalam taksi dengan berlari namun terhenti karena terjatuh. Aha ha. Tertawa di atas penderitaan orang lain.
—
Miwoo POV
Sial!! Aku sudah lama menunggunya. Kupikir aku akan bisa mencoba menjadi detektif seperti yang kubayangkan. Menyelesaikan kasus dibalik layar. Ahhh.. aku sungguh lelah. Kakiku sakit sekali setelah berlari tadi dan aku sedikit keseleo saat berjalan turun bis tadi juga karena jatuh mengejar detektif sialan itu. Mana aku pakai sepatu hak lagi. Kulepas saja sepatu ribet ini. Uh.. Kim Jongwoon si detektif sialan! Pelit sekali dia! Apa dia takut aku akan menyainginya karena nanti aku akan berhasil mengungkap siapa pelaku pembunuhan itu? Aisshh!
Aku sekarang sedang berjalan menuju apartemenku setelah tadi berhenti di halte terdekat sini. Aku masuk ke apartemen dan ingin menuju lift. Kulihat pintu lift sudah terbuka dan hampir menutup. Aku tak mau menunggu lift itu turun lagi, jadi kukejar saja sebelum pintu tertutup. Nyaris tertutup. Tapi aku berhasil menahannya dengan tanganku yang masih memegang sepatu hak ku. Begitu pintu lift terbuka. Sesuatu pemandangan yang mengejutkanku sekaligus membuatku senang. Tuhan sepertinya masih menyayangiku dan Dia membuka kesempatan untukku. Coba tebak apa yang kulihat? Ha ha. Kim Jongwoon-shii mati kau!
“Ha ha. Tuhan Masih menyayangiku. Annyeong tuan detektif.”
Aku masuk dan segera pintu lift tertutup. Kim Jongwoon yang di depanku ini bersiap menerima seranganku. Aku berusaha merebut map itu dari tangannya. Agak sulit karena ia lebih tinggi dariku dan ia sengaja meninggikan map itu.
“Bagaimana kau bisa ada di sini, huh?” tanyanya.
“Aku tinggal di apartemen ini. Kau sendiri kenapa ada di sini?” aku balik bertanya masih dengan tangan yang berusaha menggapai map itu.
“Aku juga tinggal di apartemen ini.” Jawabnya.
Hup! Hup! Aku melompat lompat berusaha meraihnya tapi tidak sampai. Jongwoon berada pada posisi terpojok dan terkunci olehku. Aku tak kehabisan akal. Akupun menarik rambutnya dan ia meringis kesakitan dengan sedikit menurunkan tangannya. Berhasil. Aku mendapatkannya. Sekarang gantian aku yang bersiap menahan serangan. Ia berusaha mendapatkan map yang kudekap erat sambil menundukkan tubuhku. Tak sengaja karena ini, aku tersandung sepatu yang tadi kulepas dan aku terjatuh.
“Aww..!!” aku teriak. Kulihat masih lantai 9. Kamarku di lantai 16. Masih 7 lantai lagi. Jongwoon mengambil kesempatan aku yang terjatuh meraih map itu. Aku masih meringis kesakitan. Jatuh yang cukup keras. Pantatku sakit sekali.
“Hei kau tidak apa-apa?” Jongwoon merasa kasian melihatku.
Ini benar benar sakit. Aku tidak sanggup berdiri. Jongwoon meraih kakiku dan bertanya.
“Yang mana yang sakit?”
“Ah, iya itu.” Aku menunjukkan bagian kaki yang ia pegang.
“Yang ini?” tanyanya sambil memijat-mijat kakiku.
“Aw..”
Sebenarnya kakiku ini sakit bukan karena aku terjatuh tadi. Tapi karena keseleo di bus di jalan tadi. Baru berasa sakit sekarang. Yang sakit karena jatuhku tadi hanya pantatku saja.
“Kau turun di lantai berapa? Biar kuantar kau.”
“Sudah lewat..”
“Mwo?”
“Ini harus segera diobati.” Lanjutnya.
Pintu lift kemudian terbuka. Jongwoon tanpa ragu menggendongku gaya bridal. Oppss.. sukses itu membuat jantungku berdegup kencang. Apa yang dia lakukan? Aigoo..
Ia membuka pintu kamar yang sepertinya miliknya. Kuperhatikan nomor kuncinya. Aku langsung dapat mengingatnya di otakku. 342434. Ia kemudian meletakkanku di sofa dan berlari mengambil sesuatu di kamarnya. Sudah bisa ditebak. Kotak P3K. Map yang daritadi kami rebutkan hanya tergeletak saja di meja tamunya.
“Aku punya balsem pengobat kaki terkilir dari eommaku. Mudah-mudahan ini bisa membantu. Tapi sedikit panas.”
Ia kemudian mengoleskan perlahan ke kakiku. Memijat kakiku dan memutar-mutar pergelangan kakiku. Aigoo..jantungku makin berdebar. Kupegang dadaku untuk menahannya.
“Coba kau gerakkan kakimu.”
Aku menurutinya dan menggerakkan kakiku. Berhasil. Tidak sakit lagi. Oh.. tuan detektif ini ternyata baik juga. Aku langsung menggerakkan sudut bibirku membentuk senyuman.
“Emm..sudah tidak terlalu sakit.”
“Baguslah.” Ujarnya sambil mengelap tangannya dengan handuk kecil.
Ia langsung mengambil map itu dan menyodorkannya padaku.
“Bawalah. Kau pasti ingin sekali tahu tentang hasil interogasi tadikan? Besok aku akan ke rumah korban mencari informasi lainnya tentang korban, kau boleh ikut. Aku tunggu di depan lift lantai dasar jam 8 pagi.”
Aku mengambil map itu ragu-ragu.
“Jeosonghamnida.”
“Sebaiknya kau pulang. Ini sudah larut malam. Apa kau bisa berdiri?”
Aku mencoba bangun dan berdiri. Sudah tidak apa-apa.
“Ne, gwencana. Gomapseumnida atas pertolonganmu, tuan detektif.” Aku membungkukkan badanku.
Ia tersenyum. Sangat manis. Hebat. Hanya senyuman berhasil membuat jantungku kembali berdegup kencang lagi.
“Ku antar kau pulang?”
“Ah, tidak usah. Aku sudah bisa sendiri. Tidak usah khawatir. Maaf sudah merepotkan.”
Aku pun segera mengambil sepatuku dan berjalan keluar pintu apartemennya dengan tertatih-tatih sedikit. Sebelum keluar, tiba-tiba langkahku terhenti karena aku merasakan kakiku sangat panas seperti melepuh. Jongwoon menghampiriku.
“Waeyo?”
“Panas.” Ujarku.
“Ha ha ha. Sudah ku bilang tadi.”
Waa..melilhatnya tertawa sekarang bukan hanya kakiku yang panas, tapi dadaku juga panas. Tak mau berlama-lama aku langsung keluar dan menutup pintu untuk cepat-cepat ke apartemenku. Ya Tuhan..apa yang terjadi padaku?
—TBC—
![cover cyl cover cyl](http://fan3less.files.wordpress.com/2012/10/cover-cyl1.jpg?w=640&h=392&crop=1)
![cover cyl](http://fan3less.files.wordpress.com/2012/10/cover-cyl1.jpg?w=640&h=345)
Caught your Love [Part 1]
(You Came In My World)
Author : Riikuclouds
Cast :
Kim JongWoon, Shin Miwoo (OC)
Lee Donghae, Cho Kyuhyun, Choi Younha (OC), Han Jiyoung (OC).
Genre : Mystery, Detective Story, Romance, Friendship
Rating : PG-17
Length : Chaptered
FF ini pernah dipost di blog pribadi author: riikuclouds.wordpress.com
Ps : ff ini hanya sekedar menuangkan isi otak author. Jadi mohon maaf aja kalo banyak gaje dan banyak typo, dan banyak anehnya. Yang penting, jangan copas seenaknya aja tanpa ijin yah. Oh iya. Jangan lupa tinggalkan komentar okeh readers cantik.. ^^
Di WP aku yang https://iaeveleandra.wordpress.com juga akan di post ff dengan cast kyu-rae.
Moga moga suka ya….
Happy Reading :D
Biarkan TYPO menikmati bagiannya...
______*****_______
Seoul, 1 April 2012
Jongwoon POV
Aku menggosok-gosokkan mataku barangkali bisa menghilangkan kotoran mata yang pastinya banyak. Aku hanya tidur dua jam sejak jam 4 tadi dan sekarang harus terbangun lagi karena ponselku yang berteriak minta diangkat. Dengan kesal aku menggapai ponsel di meja samping tempat tidurku. Masih sedikit terpejam.
“Anyeong..”
“Jongwoon-shii, bisa kau ke sini sekarang. Kami sudah mendapatkan hasil pemeriksaan tersangka perkosaan semak-semak.”
“Ah..bisakah tidak sekarang. Aku baru dua jam tidur.”
“Terserah kau. Tapi kau bilang kau ingin jadi detektif profesional. Tapi baru segitu saja sudah malas. Yang penting aku sudah memberitahumu. Sudah ya.”
“Ah..paman…”
Tuutt tuuttt tuuttt
Baru saja aku akan menjawab telepon sudah diputus. Yang barusan menelepon adalah pamanku, Kim Dae Goo, adalah seorang kepala kepolisian Seoul. Aku adalah seorang detektif kepolisian Seoul. Sudah delapan tahun aku menggeluti dunia aneh ini. Seharusnya aku bisa saja menjadi jaksa atau hakim karena aku memang lulusan Korea University Law School 7 tahun lalu. Tapi aku tidak mau. Alasannya karena aku tidak ingin menuntut orang bersalah. Aku hanya ingin mencari kebenaran. Sok heroik sih, tapi, ya memang begitulah aku.
Dengan malas aku bangun dari tidurku dan segera menuju kamar mandi untuk datang ke kantor polisi. Kulipat selimutku yang bergambar kura-kura ini dan mengambil handuk lalu masuk ke kamar mandi.
—
Basement, Apartemen Seoul
Dreettt…dreettt..
Aku sekarang sedang mencoba menyalakan mobilku yang terparkir di basement apartemenku. Entah mengapa tak kunjung menyala. Padahal kemarin sehat-sehat saja. Huft. Memang minta diservis nih mobil. Aku segera keluar mobil dan memutuskan untuk naik bis kali ini.
—
Sudah cukup lama menunggu di halte ini. Kulirik orang-orang di sekitarku. Sepertinya bukan hanya aku saja yang sudah tidak betah berdiri lama menunggu di sini. Ada seorang pria yang berlebihan ekspresi gelisahnya. Dia selalu mondar mandir saja dari ujung kanan halte ke ujung kiri halte dan begitu sebaliknya sambil sesekali melihat jam tangan. Ada lagi seorang nenek yang berkali-kali bertanya pada namja di sebelahnya apakah ini halte tempat menunggu rute bus menuju incheon atau bukan. Yang membuatku sedikit tertarik adalah sorang yeoja yang sedari tadi berdiri dengan tenang sambil membaca buku. Aku tidak tahu itu apa, yang pasti buku itu sangat tebal.
Yeoja itu memakai kemeja dengan dibuka sampai kancing kedua, rambut ikat ekor kuda dan beberapa untai rambutnya dibiarkan menutupi kedua telinganya. Kacamata baca yang digunakan menambah kesan kalau yeoja ini terlihat seperti orang pandai. Aku ingin tahu apa yang ia baca. Sesekali mendongak kecil. Kelihatannya buku sains yang sangat aneh. Ia kemudian memasukkan buku itu ke tasnya dan mengganti buku lain yang sepertinya novel. Entahlah apa dia memang hobi membaca atau penjual buku.
Tak lama bus yang ditunggu akhirnya datang. Sudah tentu akan sangat sesak karena memang bus ini telat datang. Aku berkali-kali merasa lebih beruntung tiap hari naik mobil pribadiku karena merasa berdesakkan seperti ini sungguh melelahkan. Tapi aku bersyukur juga karena negara ini lebih sadar akan hemat energi dengan naik kendaraan umum. Aku berdiri di sebuah tempat yang cukup nyaman meskipun sedikit terpojok. Sebelah kanan bus agak di depan. Yeoja tadi berdiri di sebelahku. Masih dengan membaca bukunya.
Aku semakin penasaran apa yang ia baca sampai-sampai tidak peduli dengan keadaan yang pastinya semua orang akan selalu mengumpat, mengeluh dan bersorak kesal. Aku sedikit menggerakkan kepala menjangkau apa yang kulihat. Tapi tetap saja kalimat-kalimat dalam buku itu tak bisa kubaca dengan jelas. Bus ini sepertinya berjalan dengan kecepatan yang hebat. Supirnya berjiwa muda. Harus berpegangan dengan baik agar tidak ingin jatuh. Yeoja itu juga berusaha berpegangan dengan menutup bukunya di sebelah tangan sambil perpegangan pada gantungan tangan dikedua tangannya. Ia kesulitan berpegangan sehingga sedikit oleng dan berputar hampir terjatuh. Sepatu haknya membuat ia terseleo dan sedikit memperlihatkan belahan dadanya karena ia menunduk dan aku berada lebih tinggi darinya. Cukup menarik, tapi aku tidak peduli karena berkat itu aku bisa melihat cover buku yang ia baca. Aha. Rupanya buku tentang kisah detektif. Aku jadi tersenyum sendiri, karena aku ini kan seorang detektif. Merasa bangga ada orang yang suka dengan kisah seperti itu. Tapi seketika aku menghentikan senyumku karena yeoja yang membuatku tersenyum akhirnya mengeluarkan suaranya.
“Heh, Ahjusshii. Kenapa tertawa-tawa sendiri? Menertawaiku, huh?” dengan nada bicara kasar sambil membenarkan berdirinya dan memegangi kemejanya. Mungkin ia mengira aku menertawai ia yang nyaris jatuh.
“Dasar mesum!”
Sukses semua mata langsung menoleh ke pada kami. Aku langsung terhenyak. Aku salah tingkah dan berhenti membentuk senyuman. Ternyata ia pikir aku melihat dadanya tadi. Memang iya sih, tapi aku tidak bermaksud begitu. Kemudian beralih menoleh ke arah lain.Yeoja itu kemudian menutup bukunya, memasukkannya ke tas, membuka kacamata dan memasukkannya juga ke tas. Heii ini hari pertama aku kembali naik kendaraan umum, dan ini benar-benar mengecewakan.
Sedang asiknya perjalanan kami, tiba-tiba bus mengerem mendadak. Seluruh penumpang tanpa kecuali mulai beruntuhan dan berteriak. Ada yang nyaris jatuh dan ada yang sudah tergeletak di lantai bus. Aku sudah nyaris jatuh tapi untungnya aku berpegangan kuat pada gantungan bus dengan sebelah tangan kananku. Yeoja di sebelah ku ini juga nyaris terjatuh kalau saja ia tidak berpegangan pada tangan kiriku yang sengaja ku ulurkan padanya.
“Ah, joesonghamnida, ghamsamnida.” Katanya pelan kemudian merapikan diri. Aku balas tersenyum padanya. Lihatlah, betapa baiknya aku yang sudah kau maki tadi kataku dalam hati.
“Arrggghhh….” “Kyaaa………”
Suara ribut dan teriakan dari bus bagian depan dekat sopir. Beberapa orang mulai menjauh dari sumber suara dengan teriak dan ketakutan. Ada yang langsung keluar bis. Apa bis kebakaran? Ada alien? Kenapa sih? Beberapa orang ada yang mencoba mendekati kemudian kembali menjauh lagi. Aku berusaha melihat ada apa. Sukses. Aku melihat seorang ahjusshi yang tergeletak di lantai dengan wajah melotot dan menganga. Apa dia mati? Mendadak? Dalam bus? Dengan keadaan seperti ini? Ada-ada saja.
Aku segera menghampiri dan mengecek keadaan ahjusshi ini. Kupegang lehernya mencari urat nadi yang masih berdenyut. Hasilnya nihil. Kuraba sekitar lubang hidungnya barangkali masih ada napas yang terhembus. Hasilnya nihil juga.
“Dia sudah meninggal” kataku sedikit bergumam dan menatap beberapa orang yang melihatku.
Beberapa orang mulai berkomando mengeluarkan penumpang. Sopir bus juga. Perlahan beberapa orang mulai keluar dan memutuskan pindah bus lain. Namun orang-orang yang duduk di depan tadi, yang melihat kejadian runtuhnya ahjusshi ini kuminta untuk tidak beranjak dulu sebelum pihak kepolisian datang. Mereka akan menjadi saksi dalam hal ini. Bapak sopir yang mengkomandokan agar kami keluar dari bus dan mengganti bus lain memintaku juga untuk keluar. Tapi aku menolak dan menunjukkan padanya bahwa aku ini seorang detektif kepolisian. Pak supir pun memaklumi dan mengiyakan aku masih melihat mayat ini dan sekelilingnya. Yang membuat aku sedikit terhentak kaget ketika aku melihat yeoja tadi yang berdiri di sebelahku berjongkok di sebelahku juga yang sedang berjongkok mengamati sekitar mayat. Ia kemudian bertanya pada penumpang yang menjadi saksi dimana letak ahjusshi ini duduk. Setelah ditunjukkan yeoja itu langsung mencari-cari sekitar kursi tempat duduk sang ahjusshi yang meninggal ini. Aku hanya mengamati sambil menyernyitkan alis.
“Apa yang kau lakukan?”
Dia tak menjawab dan masih sibuk.
“Hei, nona, sebaiknya anda segera keluar dari tempat ini. Sebelum polisi datang.”
“Justru sebelum polisi datang aku harus menemukan sesuatu.”
Heh? Apa yang dia cari? Tak lama ia berbalik dengan sebuah botol kosong yang dipegangnya menggunakan sapu tangan. Botol itu terbuat dari plastik berukuran lebih kecil daripada botol air mineral dalam kemasan. Kira-kira berukuran 50 ml. Ia kemudian membuka dan mencium aroma dengan mengibas-ngibaskan tangan di atas mulut botol.
“Kurasa karena ini ahjusshi ini mati. Botol ini pasti tadi berisi larutan yang mengandung senyawa sianida. Aku tahu baunya. Seperti almond. Bagaimana bisa dia meminum racun mematikan ini?”
Aku sedikit terkejut yeoja ini mengerti benar tentang jenis racun. Semakin bingung apakah dia penjual buku atau penjual racun?
“Bagaimana kau tahu soal itu?”
“Kurasa ahjusshi ini dibunuh.” Katanya mantap.
Ia tidak menjawab pertanyaanku tadi. Biar sajalah. Aku kemudian membuka tasku dan mengambil sarung tangan kemudian memakainya. Aku mengambil botol di tangannya itu kemudian memasukkan ke kantong plastik bening yang cukup lebar. Kemudian menutup dan mengamankannya di kotak kecil yang selalu kubawa di tas. Dengan begini botol tidak akan rusak dan mungkin saja menjadi barang bukti. Yeoja tadi hanya memperhatikan gerakanku dengan seksama. Aku ingat dia kan baru saja membaca buku tentang detektif. Mungkin ini yang menjadi inspirasinya mencari kemungkinan ahjusshi ini bukan meninggal biasa.
Tak lama kepolisian datang. Aku pun segera mendatangi pimpinan lapangan kepolisian untuk menjelaskan kejadian. Saksi yang melihat kronologis kematian ahjusshi itu pun di bawa serta ke kantor polisi. Dua orang polisi sedang memeriksa mayat untuk mencari identitas.
“Hei, nona. Bisakah anda minggir! Kami akan memasang police line. Jadi anda tidak boleh berada di sekitar sini.”
Aku menoleh ke arah sumber suara. Yeoja tadi masih ada di sana. Dia sedikit kelihatan kesal kemudian kelihatan mencari-cari sesuatu. Tepatnya seseorang. Karena kurasa orang yang ia cari adalah aku. Ketika ia melihatku, wajahnya terlihat langsung berbinar dan berlari menghampiriku.
“Hei, aku mencarimu.” Katanya.
“Aku ikut dalam penyelidikanmu yah?”
Aku mencoba mencerna dengan baik apa yang ia katakan. Dan itu membuatku semakin tidak mengerti apa isi kepala gadis ini. Beberapa menit yang lalu ia terlihat serius membaca buku. Kemudian menjadi galak. Kemudian menjadi rendah hati dengan minta maaf. Kemudian menjadi serius. Dan sekarang terlihat berbicara seperti dibuat-buat baik dan sok kenal. Aku hanya menatapnya heran. Bersyukur seorang polisi mengatakan untuk aku naik ke salah satu mobil untuk menuju kantor polisi. Aku tak peduli dan langsung melongos.
“Hei, kau mau kemana tuan detektif?” ia berlari menyeimbangkan langkahku ke mobil sambil sedikit berteriak.
“Hei..aku bicara padamu!”
“Hei! Ahjusshiiii!!”
Aku mulai menghampiri mobil.
“Dasar Ahjusshi mesum!”
Sontak aku berhenti ketika ingin membuka pintu mobil. Sedikit kesal dia meneriakiku begitu. Aku menghampirinya dengan menahan kesalku.
“Agashii, maaf. Anda sebaiknya pulang saja. Terima kasih untuk bantuannya tadi. Tapi aku harap anda tidak perlu repot-repot membahayakan diri Anda. Permisi”
Aku membungkukkan badanku dan melongos membuka pintu mobil.
“Ahjusshi mesum! Kau tidak pernah tahu balas budi ya? Aku sudah membantumu tadi. Harusnya kau penuhi keinginanku..”
“Hei! Jangan panggil aku Ahjusshi mesum! Aku tidak mesum! Dan aku bukan Ahjusshi!” teriakku. Akhirnya aku sudah tidah tahan dengan perlakuan yeoja aneh ini.
“Ara. Kalau kau tidak suka. Aku tidak akan memanggilmu begitu kalau aku boleh ikut penyelidikan ini. Sekarang aku ikut ke kantor polisi.”
Tak cukup kuperingatkan, ia malah masuk ke mobil yang sudah aku bukakan pintunya.
“Hei!!” teriakku.
“Maaf tuan detektif yang baik hati… Aku ingin sekali tahu tentang ini. Aku sudah terlanjur terlibat. Botol tadi yang kutemukan bisa jadi barang bukti yang berharga nanti berkat jasaku. Jadi sebaiknya kau tahu balas budi. Aku hanya ingin ikut menyelidiki kasus ini. Tidak minta hal lain.”
Aku pasrah dan akhirnya masuk ke mobil. Aku malas berdebat dengan nona aneh yang sepertinya memang menggilai hal berbau detektif. Aku hanya memaklumi saja dengan membiarkan ia ikut ke kantor polisi. aku tidak khawatir karena nantinya juga ia akan bosan sendiri berada di kantor polisi.
—
Miwoo POV
“Jangan panggil aku dengan sebutan seperti tadi. Aku bukan pria mesum. Dan aku bukan ahjusshi.” katanya
“Hehe. Maaf. Habisnya kau tidak mau menengok. Aku Shin Miwoo.” Ujarku dengan ramah sambil mengulurkan tangan.
Aku memang sangat senang. Ini sesuatu yang sangat menarik dan kusukai. Aku memang senang dengan dunia detektif dan misteri seperti ini. Sudah banyak novel berkisah tentang detektif yang ku suka. Film-film koleksiku juga sebagian besar bertema itu. Sisanya bertema penelitian sains. Tentu saja sains. Aku adalah seorang saintis yang bekerja di Korea Institute of Science and Technology, tepatnya di bidang genetika molekuler. Pekerjaan kami juga tidak terlalu jauh dengan penyelidikan. Misalnya menyelidiki genom DNA pelaku kejahatan kemudian mencocokkan dengan DNA yang ditemukan pada barang bukti, menyelidiki kasus keluarga yang terpisah, dll. Uji DNA sekarang merupakan teknologi perkembangan sains yang keren. Dan aku adalah salah satu orang yang terlibat di dalamnya.
“Ehm..” aku bergumam karena ia tak kunjung membalas ramah tamahku.
“Ahjusshi!” teriakku
“Ara. Aku Kim Jongwoon. Jangan panggil aku ahjusshi. Aku masih belum tua.” Katanya dengan menjabat tangannya kencang kemudian menghentakkannya.
“Kau memang sebenarnya tidak terlihat seperti ahjusshi sih. Tapi aku hanya suka memanggil namja dengan ahjusshi. Dengan begitu aku akan menjadi terkesan sangat muda.” Ujarku.
Haha. Entah apa yang ada dalam pikiranku. Sebenarnya namja ini terlihat tampan dan keren. Tidak seperti ahjusshi.
“Jongwoon-shii. Memangnya berapa umurmu?” tiba-tiba aku jadi ingin tahu berapa umurnya. Takut-takut kalau ternyata ia lebih muda dariku.
“28 tahun.”
“Waa..daebak! ternyata benar kau seorang ahjusshi!” Aku bersorak dan bertepuk tangan senang.
“Yak!! Kau ini tidak sopan ya! Kubilang aku tidak suka dipanggil begitu! Aku belum menikah! Eh?”
Ia berteriak dan menutup mulutnya. Sepertinya keceplosan berkata belum menikah. Haha. Lucu sekali.
“Maaf ya. Kalau aku kurang sopan Untung saja kau lebih tua dariku. Jadi aku akan meminta maaf.”
Aku membungkukkan badanku sedikit ke arahnya.
“Senang bertemu detektif sungguhan.” Kataku.
Ia hanya melirik malas dan tetap pasang muka tidak penting.
—
Police Office at 1.54 pm
Aku turun dan melangkah masuk mengikuti tuan detektif ini, Kim Jongwoon namanya. Ini pertama kali aku terlibat langsung dalam hal seperti ini. Rasanya sungguh hebat dan berdebar sekali. Aku saja lupa kalau aku harus ke laboratorium sekarang. Aku terhenti ketika Jongwoon berhenti dan menubruk punggungnya mengenai mukaku. Sepertinya ia akan berbicara dengan seorang polisi. Kulihat wajah polisi itu sangat berwibawa dan hangat.
“Jongwoon-ah. Bagaimana hasilnya? Apa yang kau akan laporkan?”
“Haruskah aku melaporkannya padamu paman? Nanti saja jika aku sudah yakin dengan hipotesisku. Memang dugaan kami korban tadi dibunuh, tapi aku ingin memastikan segala hal lain yang berkaitan dengan ini dulu baru aku akan katakan padamu paman. Aku kesini hanya ingin meminta data kasus yang paman bilang tadi pagi sekaligus data pengakuan saksi kali ini.” Ujar Jongwoon.
“Kau ini tetap saja. meskipun kau dibawah naunganku, kau tetap lebih suka menyelidiki sendiri yah.. baiklah. Hei kau tolong ambilkan arsip yang sudah kusiapkan di mejaku ya.” Kata polisi itu ke salah satu anak buahnya.
“Pengakuan saksinya bisa nanti ya. Mereka sedang diinteogasi. Mungkin pihak kejaksaan juga akan datang dan melakukan interogasi juga tapi tidak sekarang. Kalau kau ingin lebih lengkap sebaiknya menunggu kejaksaan juga saja.”
“Aku memang ingin meminta data dari kejaksaan. Tapi sekarang ini aku hanya ingin butuh data sementara penyelidikan dan interogasi saksi. Mungkin aku akan menunggu atau menyimak sesi interogasinya.. Aku rasa aku harus pergi sebentar.” Kata Jongwoon.
“Mwo? Kau mau kemana?” tanyaku yang dari tadi cukup menguping pembicaraan kedua orang ini.
Polisi tadi yang Jongwoon panggil paman langsung menoleh ke arahku yang memang sejak tadi berdiri di belakangnya.
“Siapa ini?” tanyanya pada Jongwoon.
“Ah..dia..”
“Yeojachingu, huh? Aigoo akhirnya kau mulai menapaki dunia dewasa juga Jongwoon.” Kata paman itu sambil menepuk-nepuk punggung Jongwoon. Aku hanya diam dan melirik ke arah Jongwoon.
“Aduh, paman. Sakit. Paman ini bukan seperti yang kau pikirkan. Kau salah paham. Dia itu bukan pacarku. Aku tidak mengenalnya.” Kata Jongwoon sambil berusaha lepas dari pukulan pelan tapi bertubi-tubi pamannya ke punggungnya.
“Maaf paman. Jongwoon-shii bohong.” Kataku.
“Heh?” katanya.
Apa yang kubilang tadi sukses membuat Jongwoon terbelalak menyeringai ke padaku.
“Aissh. Dasar kau ini! Gadis ini cantik begini kenapa malu-malu mengatakan yang sebenarnya. Siapa namamu sayang?”
Kata paman itu kepada Jongwoon dan selanjutnya beralih kepadaku. Jongwoon di sana hanya menganga tidak berkata apapun dengan wajah tidak percaya.
“Aku Shin Miwoo. Usiaku 22 tahun. Aku seorang Saintist di Korea Institute of Science and Technology.” Kataku memperkenalkan diri dengan manis dan sopan.
“Saintist? Apa itu?”
“Ah, peneliti paman.”
“Woww..daebak! kau pasti gadis yang pintar ya. Aku pamannya Jongwoon. Aku kepala kepolisian Seoul. Namaku Kim Dae Goo.”
“Paman Dae Goo. Senang berkenalan denganmu” Kataku sambil membungkukkan badan.
“Ahaha. Panggil saja paman.”
“hehe. Iya paman.”
Paman Dae Goo sangat baik. Aku banyak bercakap-cakap dengannya mengenai berbagai hal. Aku pun memanfaatkan kesempatan ini untuk belajar bagaimana penyelidikan. Jongwoon sedang mengikuti interogasi dan wawancara saksi. Cukup banyak saksi, jadi sangat lama. Tadinya aku ingin ikut, tapi Jongwoon melarangku dan mengancamku akan mengusirku dari sini. Paman Dae Goo tentu saja membelaku dan membiarkan aku menunggu di ruangannya.
—
Donghae POV
“Donghae-ya!!!”
Aku sedang memilah-milah foto yang cocok untuk artikel besok. Suara kejutan yang memanggilku sudah tak asing lagi. Partner kerja yang merupakan bawahanku ini memang tidak tahu sopan terhadapku. Siapa lagi kalau bukan Younha.
Brakk! GabruKk! *suara pintu dibuka dan ditutup kencang*
“Donghae-ya! ayo kita cepat ambil gambar! Berita baru! Kaja, kaja!”
Napasnya sudah terengal-engal masih saja bicara sambil berlari-lari kecil dengan tangannya yang berusaha mengapai-gapai tanganku. Aku hanya menyunggingkan ujung bibirku dan segera mengambil kamera mengikutinya.
—
TKP, Bus Jurusan Incheon.
Cletak! Cletak! *suara blist kamera*
Aku masih mengambil gambar yang bagus di sini dengan hati-hati. Mayat itu masih berada di dalam bis. Tapi sepertinya aku tidak akan boleh masuk. Kulihat seorang polisi sedang memasang police line di sana.
“Hei, nona. Bisakah anda minggir! Kami akan memasang police line. Jadi anda tidak boleh berada di sekitar sini.”
Polisi itu sedang mengusir seorang yeoja yang berada dalam bus. Memang aneh ada seorang yeoja yang bisa sembarangan masuk ke bus itu. Kuperhatikan dari jauh wajahnya cukup aku kenal. Anii, aku tiak mengenalnya sepertinya. Wajah yang tak asing, tapi aku tidak ingat dimana pernah menemuinya. Tanpa sadar aku malah mengarahkan kameraku ke arahnya dan memotretnya.
“Hei! Kau memotret apa?”
Suara Younha mengagetkanku. Ia menoleh mencari sosok arah kameraku tadi . kelihatannya ia menemukan yeoja tadi yang kupotret. Yeoja itu berlari kearah kerumunan kepolisian sekarang hanya terlihat punggungnya saja.
“Ah, ani. Sudah kau tanyakan? Apa kata mereka?” Jawabku mengalihkan pembicaraan
“Ne, sudah. Aku sudah mencatat dan merekam semuanya.”
“Good Job, beibh!” ujarku tersenyum lebar sambil mengacak-acak rambut panjangnya yang lembut. Ia berusaha melepas tanganku dari kepalanya.
“Ah..aisshhh!! Donghae-a! Rambutku berantakan! Aish!”
“Ha ha ha”
“Kutraktir Capucinno?”
Wajah cemberut Younha langsung berubah menjadi berbinar-binar. Ia kemudian mengangguk antusias.
“Ne. Mau oppa!”
Huh, giliran ditraktir ia bisa sopan memanggilku. Ha ha. Aku hanya tertawa saja dan segera mengajaknya menuju motorku untuk berkunjung ke café terdekat.
—
Police Office, 9:23 pm
Jongwoon POV
“Aku tidak mengenal ahjusshi itu. Dia duduk di samping aku berdiri. Sopir tiba-tiba saja mengerem mendadak. Kami hampir jatuh begitupun ahjusshi itu. Tadinya aku tidak terlalu jelas mengingat mengapa ia jatuh. Tapi setelah melihat wajahnya yang menakutkan dan mengagetkanku, akhirnya aku berteriak. Dan semua orang yang di dekatku langsung ikut berteriak juga”
“Apa ahjumma melihat korban sebelumnya meminum sesuatu dari botol?”
“Aku tidak ingat apa ia meminumnya. Tapi orang yang duduk sebelahnya memang menawarkan sebotol minuman padanya.”
“Seseorang di sebelahnya?”
“Ne, aku tidak tahu itu siapa. Mungkin mereka saling mengenal, atau mungkin tidak, aku kurang tahu. Mereka tidak banyak bercakap-cakap.”
“Seseorang di sebelahnya maksudnya saksi ketiga, tuan Oh Seung gil?”
“Aku tidak tahu.”
Ini orang ke enam sebagai saksi. Seorang ibu muda yang tadi berdiri di depan korban duduk. Aku hanya mendengarkan interogasi yang dilakukan anak buah paman. Sedikit kronologis kejadian sudah bisa aku bayangkan.
Korban masuk ke bus sejak pemberhentian awal. Korban duduk dibelakang kursi sopir, tapi tidak di pojok kaca, ia di kursi pinggir. Sopir sebagai saksi pertama. Korban sepertinya hendak menuju Incheon Airport, karena saksi ketiga melihat korban mengeluarkan paspor dari tas kecilnya. Saksi kedua adalah tetangga jauh korban. Seorang ahjusshi yang bekerja sebagai office boy di KBS. Ia duduk di kursi tepat di belakang korban. Saat halte kedua, seorang saksi ketiga, memasuki bis dan duduk di sebelah korban.
Satu persatu, saksi keempat, seorang nenek, yang duduk di samping saksi kedua, dan saksi kelima, seorang pria pegawai bank, yang berdiri di samping kursi saksi kedua, masuk dari halte ketiga. Saksi keenam, ibu ini, masuk dari halte keempat dan berdiri tepat di samping kursi korban. Di halte keempat ini pula aku masuk dan bus sepertinya penuh.
Satu hal yang aku bingungkan. Saksi ketiga yang menawarkan minuman pada korban menurut saksi keenam. Masalahnya apakah korban memang meminumnya? Dan apakah memang minuman yang ditawarkan itu sesuatu yang ditemukan Miwoo tadi. Pelaku tepat sekali melakukan pembunuhan ini di suasana bus yang ramai. Pasti pelaku tahu bus ini memang ramai atau akan menjadi ramai. Semua masih belum jelas.
—
Aku kemudian keluar dari tempat ini setelah mendapatkan semua resume interogasi dan riwayat identitas korban dari anak buah paman. Aku memutuskan untuk pulang. Baru besok aku akan mengunjungi rumah korban dan mencari tahu tentang kehidupan korban.
Ini sudah malam. Kulihat jam sudah menunjukkan hampir jam sepuluh malam. Pasti yeoja aneh itu, Shin Miwoo namanya, sudah pulang. Aku yakin kegemarannya dengan dunia detektif tidak akan membuatnya bertahan. Sengaja aku biarkan ia menunggu agar ia tahu kalau menjadi detektif tidak seperti yang ia bayangkan. Ia kira detektif hanya mengungkap kasus pembunuhan dengan hipotesis-hipotesis saja. Mencari bukti dan kronologis kejadian itu sangat menyita waktu dan melelahkan.
Aku segera menuju ruangan paman. Aku berniat pamit pulang padanya. Aku sungguh benar-benar kaget dan terkejut ketika membuka pintu. Yeoja itu masih setia menunggu.
“Ah, itu dia!” seru paman.
“Jongwoon-shii? Akhirnya kau sudah selesai. Sudah kau dapatkan resume dan data korban? Aigoo..tidak percuma aku menunggu.”
Katanya dengan girang dan kemudian merebut semua berkas yang kupegang. Aku hanya mendecak kesal dengan kelakuan SOK AKRAB dan SOk MANIS dia di hadapan paman. Aku melihat senyuman licik dan bermaksud menggoda dari pamanku kepadaku. Apa paman benar-benar mengira kalau gadis ini adalah pacarku? Aishh
“Jongwoon-shii? Kenapa? Ayo kita pulang. Kajja!”
Ia menarik tanganku keluar. Paman tertawa melihatku.
“Hati-hati ya Miwoo sayang..” teriakkan paman masih dengan tetap duduk dan tidak beranjak dari kursinya.
“Iya paman. Sampai jumpa.. Annyeong!!!” balas gadis ini berteriak dari luar dan kemudian menutup pintu. Kemudian ia menggandeng tanganku dan mengajak aku keluar. Sepertinya kesadaranku masih belum pulih. Setelah aku dan dia keluar dari kantor ini, kesadaranku kembali pulih. Aku langsung mengibaskan tangannya yang mengait tanganku.
“Sudah senang kau bermain hari ini, huh?”
Ia hanya melongo diam melihatku.
“Apa yang kau katakan pada paman? Sekarang paman mengira kau benar-benar pacarku! Kau benar-benar yeoja aneh! Aku baru bertemu kau dan kau mencoba mengikutiku terus dan berlagak seperti sangat mengenalku. Kau harusnya tidak perlu terlibat seperti ini.” aku membentakknya tapi tetap berusaha lembut agar ia tidak menangis. Aku memang tidak tega dengan yeoja.
“Huffttt..” ia menghela nafas.
“Sudah kubilang aku hanya ingin terlibat dan menyelesaikan kasus ini. Aku tidak suka sesuatu yang kulakukan setengah-setengah. Jadi kau tidak usah khawatir. Aku tidak keberatan menungguimu tadi. Mengenai pamanmu, aku cuma mengatakan yang sebenarnya. Tenang saja, aku tak suka berbohong..” lanjutnya.
“Apa yang kau bilang? Kau mengatakan kau itu yeojachinguku maksudmu bukan berbohong?”
“Yak!! Siapa yang pernah bilang aku yeojachingumu! Aku kan hanya bilang pada paman kalau kau berbohong. Kau kan bilang tidak mengenalku. Padahal kita sudah saling memperkenalkan diri di mobil tadi. Pamanmu saja yang salah paham.”
“Mwo?? Jadi?.. hei! Tapi ini tetap saja..”
“Sudahlah. Sebaiknya aku pulang. Terima kasih untuk datanya. Aku akan menghubungimu besok lagi. Daahhh!” putusnya sambil mengacungkan tangan lalu melongos pergi.
Yeoja aneh itu beranjak pergi. Masalahnya data resume interogasi dan data korban ia pegang dan mau ia bawa pergi. Aku yang baru sadar segera menarik tangannya lagi. Aku mengadahkan tangan dan melotot ke arahnya bermaksud mengatakan kembalikan data itu.
“Tidak mau. Aku menunggumu untuk ini.”
Aku semakin melotot dan memasang muka garang. Tanganku masih menahannya takut ia kabur, dan sebelah tanganku berusaha mengambil data di tangannya.
“Kemarikan!”
“Yak! Tidak mau! Tidak!”
Ia berusaha lepas dariku. Tenaganya sangat kuat. Tanganku yang kecil tidak mampu menahan tangannya lagi dan ia berhasil kabur. Aku pun mengejarnya hingga ke halte bus terdekat.
“Waaa…tolooonnggg..”
Ia berteriak. Sontak semua orang yang melihat kami mengira aku yang seorang namja dengan muka yang saat ini kupasang garang adalah seorang penjahat yang berusaha mengejar gadis tidak berdosa yang berlari ketakutan. Aku pun berusaha berlari lebih cepat untuk menangkapnya agar tidak terjadi kesalahpahaman diantara orang-orang yang melihat kami. Beberapa orang mulai mengejarku juga. Astaga! Ini sudah malam dan aku benar-benar letih. Kenapa jadi begini? Akhirnya aku berhasil menggapai tangannya dan segera menarik ia ke pelukanku.
“Mianhe, yeobo.. aku tidak bermaksud begitu. Mianhe..”
Tindakan gila dan pintar yang aku lakukan. Aku terus memeluknya sampai ia sesak napas dan tidak bisa berkata ataupun teriak lagi. Orang-orang yang mengejarku berhenti dan melihatku dengan pandangan menuntut penjelasan.
“Ah, mianhe. Ini istriku. Ia lari setelah melihatku bersama wanita lain. aku sangat menyayanginya. Jadi kurasa kami harus menyelesaikan masalah ini segera, jadi aku mengejarnya.”
Gadis ini masih berusaha berontak dari pelukanku. Aku semakin mengeratkan pelukanku dan kubiarkan wajahnya terbenam di dadaku supaya ia tidak bersuara.
“Kau ini! Jangan jadi pria brengsek menyakiti hati istrimu! Sesesaikan masalah kalian dengan baik!”
“Ah, de. Jeosonghamnida.”
Kedua pria besar yang mengejarku itu kemudian pergi dan semakin lama menghilang. Segera gadis ini mendorongku dan mengambil napas terus-terusan dengan tersengal-sengal.
“Yak!! Kau mau membunuhku, huh! Kurang ajar! Dasar kau memang mesum! Mengambil kesempatan dalam kesempitan!” teriaknya.
Ia memukul-mukuli aku dengan map yang berisi data yang kuincar itu. Aku berusaha mempertahankan diri dengan membuat tameng dari kedua tanganku. Tapi aku memang pintar. Selagi ada kesempatan dan ia lengah kurebut saja map itu.
“Ah. Yak!!”
“Mianhe,,”
Aku langsung berlari dan beruntung ada taksi lewat. Aku segera menyetop taksi dan kaburrr…
“Yak!!”
Ia mengejar aku yang sudah damai dalam taksi dengan berlari namun terhenti karena terjatuh. Aha ha. Tertawa di atas penderitaan orang lain.
—
Miwoo POV
Sial!! Aku sudah lama menunggunya. Kupikir aku akan bisa mencoba menjadi detektif seperti yang kubayangkan. Menyelesaikan kasus dibalik layar. Ahhh.. aku sungguh lelah. Kakiku sakit sekali setelah berlari tadi dan aku sedikit keseleo saat berjalan turun bis tadi juga karena jatuh mengejar detektif sialan itu. Mana aku pakai sepatu hak lagi. Kulepas saja sepatu ribet ini. Uh.. Kim Jongwoon si detektif sialan! Pelit sekali dia! Apa dia takut aku akan menyainginya karena nanti aku akan berhasil mengungkap siapa pelaku pembunuhan itu? Aisshh!
Aku sekarang sedang berjalan menuju apartemenku setelah tadi berhenti di halte terdekat sini. Aku masuk ke apartemen dan ingin menuju lift. Kulihat pintu lift sudah terbuka dan hampir menutup. Aku tak mau menunggu lift itu turun lagi, jadi kukejar saja sebelum pintu tertutup. Nyaris tertutup. Tapi aku berhasil menahannya dengan tanganku yang masih memegang sepatu hak ku. Begitu pintu lift terbuka. Sesuatu pemandangan yang mengejutkanku sekaligus membuatku senang. Tuhan sepertinya masih menyayangiku dan Dia membuka kesempatan untukku. Coba tebak apa yang kulihat? Ha ha. Kim Jongwoon-shii mati kau!
“Ha ha. Tuhan Masih menyayangiku. Annyeong tuan detektif.”
Aku masuk dan segera pintu lift tertutup. Kim Jongwoon yang di depanku ini bersiap menerima seranganku. Aku berusaha merebut map itu dari tangannya. Agak sulit karena ia lebih tinggi dariku dan ia sengaja meninggikan map itu.
“Bagaimana kau bisa ada di sini, huh?” tanyanya.
“Aku tinggal di apartemen ini. Kau sendiri kenapa ada di sini?” aku balik bertanya masih dengan tangan yang berusaha menggapai map itu.
“Aku juga tinggal di apartemen ini.” Jawabnya.
Hup! Hup! Aku melompat lompat berusaha meraihnya tapi tidak sampai. Jongwoon berada pada posisi terpojok dan terkunci olehku. Aku tak kehabisan akal. Akupun menarik rambutnya dan ia meringis kesakitan dengan sedikit menurunkan tangannya. Berhasil. Aku mendapatkannya. Sekarang gantian aku yang bersiap menahan serangan. Ia berusaha mendapatkan map yang kudekap erat sambil menundukkan tubuhku. Tak sengaja karena ini, aku tersandung sepatu yang tadi kulepas dan aku terjatuh.
“Aww..!!” aku teriak. Kulihat masih lantai 9. Kamarku di lantai 16. Masih 7 lantai lagi. Jongwoon mengambil kesempatan aku yang terjatuh meraih map itu. Aku masih meringis kesakitan. Jatuh yang cukup keras. Pantatku sakit sekali.
“Hei kau tidak apa-apa?” Jongwoon merasa kasian melihatku.
Ini benar benar sakit. Aku tidak sanggup berdiri. Jongwoon meraih kakiku dan bertanya.
“Yang mana yang sakit?”
“Ah, iya itu.” Aku menunjukkan bagian kaki yang ia pegang.
“Yang ini?” tanyanya sambil memijat-mijat kakiku.
“Aw..”
Sebenarnya kakiku ini sakit bukan karena aku terjatuh tadi. Tapi karena keseleo di bus di jalan tadi. Baru berasa sakit sekarang. Yang sakit karena jatuhku tadi hanya pantatku saja.
“Kau turun di lantai berapa? Biar kuantar kau.”
“Sudah lewat..”
“Mwo?”
“Ini harus segera diobati.” Lanjutnya.
Pintu lift kemudian terbuka. Jongwoon tanpa ragu menggendongku gaya bridal. Oppss.. sukses itu membuat jantungku berdegup kencang. Apa yang dia lakukan? Aigoo..
Ia membuka pintu kamar yang sepertinya miliknya. Kuperhatikan nomor kuncinya. Aku langsung dapat mengingatnya di otakku. 342434. Ia kemudian meletakkanku di sofa dan berlari mengambil sesuatu di kamarnya. Sudah bisa ditebak. Kotak P3K. Map yang daritadi kami rebutkan hanya tergeletak saja di meja tamunya.
“Aku punya balsem pengobat kaki terkilir dari eommaku. Mudah-mudahan ini bisa membantu. Tapi sedikit panas.”
Ia kemudian mengoleskan perlahan ke kakiku. Memijat kakiku dan memutar-mutar pergelangan kakiku. Aigoo..jantungku makin berdebar. Kupegang dadaku untuk menahannya.
“Coba kau gerakkan kakimu.”
Aku menurutinya dan menggerakkan kakiku. Berhasil. Tidak sakit lagi. Oh.. tuan detektif ini ternyata baik juga. Aku langsung menggerakkan sudut bibirku membentuk senyuman.
“Emm..sudah tidak terlalu sakit.”
“Baguslah.” Ujarnya sambil mengelap tangannya dengan handuk kecil.
Ia langsung mengambil map itu dan menyodorkannya padaku.
“Bawalah. Kau pasti ingin sekali tahu tentang hasil interogasi tadikan? Besok aku akan ke rumah korban mencari informasi lainnya tentang korban, kau boleh ikut. Aku tunggu di depan lift lantai dasar jam 8 pagi.”
Aku mengambil map itu ragu-ragu.
“Jeosonghamnida.”
“Sebaiknya kau pulang. Ini sudah larut malam. Apa kau bisa berdiri?”
Aku mencoba bangun dan berdiri. Sudah tidak apa-apa.
“Ne, gwencana. Gomapseumnida atas pertolonganmu, tuan detektif.” Aku membungkukkan badanku.
Ia tersenyum. Sangat manis. Hebat. Hanya senyuman berhasil membuat jantungku kembali berdegup kencang lagi.
“Ku antar kau pulang?”
“Ah, tidak usah. Aku sudah bisa sendiri. Tidak usah khawatir. Maaf sudah merepotkan.”
Aku pun segera mengambil sepatuku dan berjalan keluar pintu apartemennya dengan tertatih-tatih sedikit. Sebelum keluar, tiba-tiba langkahku terhenti karena aku merasakan kakiku sangat panas seperti melepuh. Jongwoon menghampiriku.
“Waeyo?”
“Panas.” Ujarku.
“Ha ha ha. Sudah ku bilang tadi.”
Waa..melilhatnya tertawa sekarang bukan hanya kakiku yang panas, tapi dadaku juga panas. Tak mau berlama-lama aku langsung keluar dan menutup pintu untuk cepat-cepat ke apartemenku. Ya Tuhan..apa yang terjadi padaku?
—TBC—
Tidak ada komentar:
Posting Komentar